TUGAS
KAJIAN
KURIKULUM DAN BUKU TEKS
OLEH ;
ABDUL KARIM NURDIN
NPM ; 12350038
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENEGETAHUAN
SOSIAL (IPS)
SEKOLAH TINGGI
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
( STKIP )
HAMZANWADI SELONG
2014-2015
RANGKUMAN BUKU
SEJARAH INDONESIA
KELAS X
Hak Cipta © 2013 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dilindungi Undang-Undang
MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN
Disklaimer: Buku ini merupakan buku siswa
yang dipersiapkan Pemerintah dalam rangka implementasi Kurikulum 2013. Buku
siswa ini disusun dan ditelaah oleh berbagai pihak di bawah koordinasi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan dipergunakan dalam tahap awal penerapan
Kurikulum 2013. Buku ini merupakan “dokumen hidup” yang senantiasa diperbaiki,
diperbaharui, dan dimutakhirkan sesuai
dengan dinamika kebutuhan dan perubahan zaman. Masukan dari berbagai kalangan
diharapkan dapat meningkatkan kualitas buku ini.
Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Indonesia. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Sejarah Indonesia/Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. --
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan , 2013.viii, 216 hlm. : ilus. ; 25 cm.
Untuk Kelas X ISBN 978-602-282-107-6(jilid
lengkap) ISBN 978-602-282-108-3 (jilid 1) Indonesia — Sejarah — Studi dan Pengajaran I.
Judul II. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 959.8
Kontributor Naskah : Restu Gunawan,
Sardiman AM, Amurwani Dwi L., Mestika Zed, Wahdini Purba, Wasino, dan Agus
Mulyana. Penelaah : Dadang Supardan. Penyelia Penerbitan : Politeknik Negeri
Media Kreatif, Jakarta.
Cetakan Ke-1, 2013
Disusun dengan huruf Frutiger, 12 pt.
KATA PENGANTAR
Kurikulum 2013 dirancang
untuk memperkuat kompetensi peserta didik dari sisi pengetahuan, keterampilan,
dan sikap secara utuh. Keutuhan tersebut menjadi dasar dalam perumusan
kompetensi dasar tiap mata pelajaran, sehingga kompetensi dasar tiap mata
pelajaran mencakup kompetensi dasar kelompok sikap, kompetensi dasar kelompok
pengetahuan, dan kompetensi dasar kelompok keterampilan. Semua mata pelajaran
dirancang mengikuti rumusan tersebut.
Pembelajaran
Sejarah Indonesia untuk Kelas X jenjang Pendidikan Menengah yang disajikan
dalam buku ini juga tunduk pada ketentuan tersebut. Sejarah Indonesia bukan
berisi materi pembelajaran yang dirancang hanya untuk mengasah kompetensi
pengetahuan peserta didik. Sejarah Indonesia adalah mata pelajaran yang
membekali peserta didik dengan pengetahuan tentang dimensi ruang-waktu
perjalanan sejarah Indonesia, keterampilan dalam menyajikan pengetahuan yang
dikuasainya secara konkret dan abstrak, serta sikap menghargai jasa para
pahlawan yang telah meletakkan pondasi bangunan negara Indonesia beserta segala
bentuk warisan sejarah, baik benda maupun takbenda. Sehingga terbentuk pola
pikir peserta didik yang sadar sejarah.
Buku ini
menjabarkan usaha minimal yang harus dilakukan peserta didik untuk mencapai
kompetensi yang diharapkan. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan dalam
Kurikulum 2013, peserta didik diajak menjadi berani untuk mencari sumber
belajar lain yang tersedia dan terbentang luas di sekitarnya. Peran guru dalam
meningkatkan dan menyesuaikan daya serap peserta didik dengan ketersediaan
kegiatan pada buku ini sangat penting. Guru dapat memperkayanya dengan kreasi
dalam bentuk kegiatan-kegiatan lain yang sesuai dan relevan yang bersumber dari
lingkungan sosial dan alam.
Sebagai edisi
pertama, buku ini sangat terbuka dan perlu terus dilakukan perbaikan dan
penyempurnaan. Untuk itu, kami mengundang para pembaca memberikan kritik, saran
dan masukan untuk perbaikan dan penyempurnaan pada edisi berikutnya. Atas
kontribusi tersebut, kami ucapkan terima kasih. Mudah-mudahan kita dapat memberikan
yang terbaik bagi kemajuan dunia pendidikan dalam rangka mempersiapkan generasi
seratus tahun Indonesia Merdeka (2045)
Jakarta, Mei 2013
Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan
Mohammad Nuh
BAGIAN I
Petunjuk Umum
A.
Maksud dan Tujuan Mata Pelajaran Sejarah Indonesia
1. Rasional
Mata pelajaran
Sejarah Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pembentukan
watak dan kepribadian bagi generasi emas. Mata pelajaran Sejarah Indonesia
merupakan mata pelajaran wajib di jenjang pendidikan menengah (SMA/MA dan
SMK/MAK). Sejarah memiliki makna dan posisi yang strategis, mengingat:
a.
Manusia hidup masa kini sebagai kelanjutan dari masa lampau
sehingga pelajaran sejarah memberikan dasar pengetahuan untuk memahami
kehidupan masa kini, dan membangun kehidupan masa depan.
b.
Sejarah mengandung peristiwa kehidupan manusia di masa
lampau untuk dijadikan guru kehidupan (Historia Magistra Vitae).
c.
Pelajaran Sejarah adalah untuk membangun memori kolektif
sebagai bangsa untuk mengenal bangsanya dan membangun rasa persatuan dan
kesatuan.
d.
Sejarah memiliki
arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat
serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan
cinta tanah air.
Mata
pelajaran Sejarah Indonesia dikembangkan atas dasar:
a.
Semua wilayah/daerah memiliki kontribusi terhadap
perjalanan Sejarah Indonesia hampir pada seluruh periode sejarah;
b.
Pemahaman tentang masa lampau sebagai sumber inspirasi,
motivasi, dan kekuatan untuk membangun semangat kebangsaan dan persatuan;
c.
Setiap periode Sejarah Indonesia memiliki peristiwa dan
atau tokoh di tingkat nasional dan daerah serta keduanya memiliki kedudukan
yang sama penting dalam perjalanan Sejarah Indonesia;
d.
Tugas dan tanggung
jawab untuk memperkenalkan peristiwa
sejarah yang penting dan terjadi di seluruh wilayah NKRI serta seluruh periode
sejarah kepada generasi muda bangsa;
e.
Pengembangan cara berpikir sejarah (historical thinking),
konsep waktu, ruang, perubahan, dan keberlanjutan menjadi keterampilan dasar
dalam mempelajari Sejarah Indonesia.
2. Prinsip-Prinsip Pembelajaran
Beberapa prinsip
yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran sejarah di SMA/MA, SMK/MAK adalah :
a.
Pembelajaran Sejarah didasarkan atas kesinambungan apa yang
terjadi di masa lampau dengan kehidupan masa kini, antara peristiwa sejarah
tingkat nasional dan tingkat lokal, dan pemahaman peristiwa sejarah di tingkat
lokal berdasarkan keutuhan suatu peristiwa sejarah.
b.
Dalam mengembangkan pemahaman mengenai kesinambungan antara
apa yang terjadi di masa lampau dengan kehidupan masa kini, dalam tugas untuk
setiap periode sejarah peserta didik diarahkan agar mampu menemukan peninggalan
fisik (terutama foto-foto artefak, gambar artefak, atau membuat sketsa kawasan
bersejarah) dan peninggalan abstrak (tradisi, pikiran, pandangan hidup, nilai,
kebiasaan) di masyarakat yang diwarisi dari peristiwa sejarah pada suatu
periode.
c.
Dalam mengembangkan keterkaitan antara peristiwa sejarah di
tingkat nasional dan tingkat lokal, dalam tugas setiap peserta didik diarahkan
untuk mengkaji peristiwa sejarah di daerahnya, sejak masa praakasara sampai
masa Islam dan membuat analisis mengenai keterkaitan dan sumbangan peristiwa
tersebut terhadap peristiwa yang terjadi di tingkat nasional.
d.
Mengembangkan proses pembelajaran dalam kemampuan dan
keterampilan di semester awal (pertama dan kedua) sehingga peserta didik
memahami konsep-konsep utama sejarah, menguasai keterampilan dasar sejarah, dan
memantapkan penggunaan konsep utama dan keterampilan dasar ketika mereka
mempelajari berbagai peristiwa sejarah di semester- semester berikutnya
(semester ketiga – keenam);
e.
Setiap peristiwa sejarah dirancang sebagai kegiatan
pembelajaran satu semester dan bukan kegiatan satu pokok bahasan. Untuk itu
maka peserta didik secara kelompok atau individual dapat memilih mempelajari
satu atau lebih peristiwa sejarah secara mendalam. Hasil pendalaman tersebut
dipaparkan di depan kelas sehingga peserta didik lain memiliki pengetahuan dan
pemahaman peristiwa sejarah lainnya secara garis besar berdasarkan laporan
kelas peserta didik;
3. Tujuan
Mata pelajaran
Sejarah Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut :
a.
Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya konsep
waktu dan tempat/ruang dalam rangka memahami perubahan dan keberlanjutan dalam
kehidupan bermasyarakat dan berbangsa di Indonesia.
b.
Mengembangkan kemampuan berpikir historis (historical
thinking) yang menjadi dasar untuk kemampuan berpikir logis, kreatif,
inspiratif, dan inovatif.
c.
Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik
terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa
lampau.
d.
Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap diri sendiri,
masyarakat, dan proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang
panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang.
e.
Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai
bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air,
melahirkan empati dan perilaku toleran yang dapat diimplementasikan dalam
berbagai bidang kehidupan masyarakat dan bangsa.
f.
Mengembangkan perilaku yang didasarkan pada nilai dan
moral yang mencerminkan karakter diri, masyarakat dan bangsa. g.
Menanamkan sikap berorientasi kepada masa kini dan masa depan.
4.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup pada
mata pelajaran Sejarah Indonesia kelas x membahas materi dari zaman berikut
ini.
a.
Masa pra-aksara;
b.
Hindu-Buddha;
c.
Kerajaan-kerajaan Islam.
B.
Struktur KI dan KD Mapel Sejarah Indonesia
Mapel Sejarah
Indonesia untuk Kelas X memiliki 4 (empat) Kompetensi Inti (KI) yang dijabarkan
dalam 21 Kompetensi Dasar (KD). Adapun
kompetensi inti dan kompetensi dasar itu
adalah:
BAB I
Menelusuri
Peradaban Awal di Kepulauan Indonesia
Kompetensi Inti
(KI):
KI. 3 Memahami dan
menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
KI. 4 Mengolah,
menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu
menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
Kompetensi Dasar
(KD):
3.1 Memahami dan
menerapkan konsep berpikir
kronologis (diakronik), sinkronik, ruang dan waktu dalam
sejarah
3.2 Memahami corak kehidupan masyarakat pada masa
pra-aksara
3.3.Menganalisis
asal-usul nenek moyang
bangsa Indonesia (Proto, Deutero Melayu dan Melanesoid)
3.4
Menganalisis berdasarkan tipologi
hasil budaya pra-aksara Indonesia termasuk yang berada di
lingkungan terdekat
4.1
Menyajikan informasi mengenai
keterkaitan antara konsep berpikir kronologis (diakronik ) ,
sinkronik, ruang, dan waktu dalam sejarah
4.2
Menyajikan hasil penalaran
mengenai corak kehidupan masyarakat pada masa pra-aksara
dalam bentuk tulisan
4.3 Menyajikan kesimpulan-kesimpulan
dari informasi mengenai asal- usul nenek
moyang bangsa Indonesia
(Proto, Deutero Melayu dan Melanesoid) dalam bentuk tulisan
4.4 Menalar
informasi mengenai hasil budaya
Pra-aksara Indonesia termasuk yang berada di lingkungan terdekat dan
menyajikannya dalam bentuk tertulis.
BAB II
Kompetensi Inti:
KI. 3 Memahami dan
menerapkan pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya,
dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian,
serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifiksesuai
dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
KI. 4 Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah
konkret dan ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu
menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan
Kompetensi Dasar:
3.1 Mengaji konsep berpikir kronologis
(diakronik) dan sinkronik dalam mempelajari sejarah zaman pra-aksara,
perkembangan Hindu-Buddha dan Islam
3.5 Menganalisis perbedaan proses integrasi
Nusantara antara masa pengaruh Hindu-Buddha dan Islam
3.6 Menganalisis berbagai teori tentang proses
masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia
3.7 Mengidentifikasi karakteristik kehidupan
masyarakat, pemerintahan dan kebudayaan pada masa kerajaan-kerajaan
Hindu-Buddha di Indonesia dan menunjukkan contoh buktibukti yang masih berlaku
pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini
4.1 Menyajikan informasi mengenai keterkaitan
antara konsep berpikir kronologis (diakronik ), sinkronik, ruang, dan waktu
dalam sejarah
4.5 Mengolah informasi mengenai proses masuk dan
perkembangan kerajaan Hindu-Buddha dengan menerapkan cara berpikir kronologis,
dan pengaruhnya pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini serta
mengemukakannya dalam bentuk tulisan
4.6 Menyajikan hasil penalaran dalam bentuk
tulisan tentang nilai nilai dan unsur budaya yang berkembang pada masa kerajaan
Hindu-Buddha dan masih berkelanjutan dalam kehidupan bangsa Indonesia pada masa
kini
BAB III
Islamisasi dan
Silang Budaya Di Nusantara
Kompetensi Inti
(KI):
KI. 3 Memahami dan
menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifiksesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
KI. 4 Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah
konkrit dan ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu
menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan
Kompetensi Dasar
(KD):
3.1 Memahami dan
menerapkan konsep berpikir kronologis (diakronik), sinkronik, ruang dan
waktu dalam sejarah
3.7 Menganalisis
berbagai teori tentang proses masuk dan
berkembangnya agama dan kebudayaan Islam di Indonesia
3.8
Menganalisis karakteristik kehidupan masyarakat, pemerintahan dan
kebudayaan pada masa kerajaan-kerajaan
Islam di Indonesia dan menunjukan contoh bukti-bukti yang masih
berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini.
4.1 Menyajikan
informasi mengenai keterkaitan antara konsep berpikir kronologis (diakronik ) ,
sinkronik, ruang, dan waktu dalam sejarah
4.7 Mengolah
informasi mengenai proses masuk dan perkembangan kerajaan Islam dengan
menerapkan cara berpikir kronologis, dan
pengaruhnya pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini serta
mengemukakannya dalam bentuk tulisan
4.8 Menyajikan
hasil penalaran dalam bentuk tulisan tentang nilai-nilai dan unsur budaya yang
berkembang pada masa kerajaan Islam dan masih berkelanjutan dalam kehidupan bangsa
Indonesia pada masa kini
Empat Kompetensi
Inti (KI) yang
kemudian dijabarkan menjadi 21
Kompetensi Dasar (KD)
itu merupakan bahan
kajian yang akan ditransformasikan dalam kegiatan pembelajaran selama
satu tahun (dua
semester) yang terurai
dalam 36 pertemuan.
Agar kegiatan pembelajaran itu
tidak terasa terlalu
panjang maka 36 pertemuan
itu dibagi menjadi
dua semester, semester
pertama dan semester kedua.
Setiap semester terbagi menjadi 18 pertemuan. Setiap semester yang
18 pertemuan itu
dilaksanakan
ulangan/kegiatan lain tengah
semester dan ulangan akhir semester yang masing-masing diberi waktu 2
jam/pertemuan. Dengan demikian waktu efektif untuk kegiatan pembelajaran
mata pelajaran Sejarah
Indonesia sebagai mata pelajaran
wajib di SMA/MA dan SMK/MAK disediakan waktu 2 x 45 menit x 32 pertemuan/per
tahun (16 pertemuan/ semester).
BAGIAN 2
Petunjuk Khusus Pembelajaran Per Bab
Buku ini merupakan
pedoman guru untuk mengelola pembelajaran terutama dalam memfasilitasi peserta didik
untuk memahami materi dan mengamalkan pesan-pesan sejarah yang ada pada Buku
Siswa. Materi ajar yang ada pada Buku Siswa akan dibelajarkan selama satu tahun
ajaran. Sesuai dengan desain waktu dan materi setiap bab maka bab I akan
diselesaikan dalam waktu 10 minggu pembelajaran, sedang untuk bab II dan III
masing-masing dapat diselesaikan dalam 11 minggu pembelajaran. Agar
pembelajaran itu lebih efektif dan terarah, maka setiap minggu pembelajaran
dirancang terdiri dari: (1) Tujuan pembelajaran, (2) Materi dan Proses
pembelajaran, (3) Penilaian, (4) Pengayaan, dan (Remidial), ditambah Interaksi
Guru dan orang tua.
Pelaksanaan
Pembelajaran
Berdasarkan
pemahaman tentang KI dan KD, guru sejarah yang mengajarkan materi tersebut
hendaknya dapat:
a.
Menggunakan isu-isu aktual untuk dapat mengajak peserta
didik dalam mengembangkan kemampuan analisis dan evaluatif dengan mengambil
contoh kasus dari situasi saat ini dengan fakta-fakta sejarah yang ada pada
masa itu.
b.
Dalam melaksanakan pembelajaran guru harus memberikan
motivasi dan mendorong peserta didik secara aktif (active learning) untuk
mencari sumber dan contoh-contoh konkrit dari lingkungan sekitarnya. Guru harus
menciptakan situasi belajar yang memungkinkan peserta didik melakukan observasi
dan refleksi. Observasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya membaca
buku dengan kritis, menganalisis dan mengevaluasi sumber-sumber sejarah,
membuat tulisan sejarah secara sederhana, melakukan wawancara dengan pelaku
sejarah atau ahli sejarah, menonton film atau dokumentasi sejarah dan
mengunjungi situs-situs sejarah yang berkaitan dengan pembahasan di lingkungan
sekitar peserta didik tinggal. Dalam pelaksanaan kunjungan ke situs- situs
bersejarah, guru dapat melakukan kerjasama dengan lembaga kebudayaan yang menangani
bidang kesejarahan setempat agar peserta didik mendapatkan informasi secara
lengkap. Contohnya Balai Arkeologi, Balai Pelestarian Cagar Budaya, Balai
Pelestarian Nilai Budaya, museum-museum dan lain-lain.
c.
Peserta didik harus dirangsang berpikir kritis peserta
didik dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan disetiap jam pelajaran.
d.
Guru sejarah harus mampu mengaitkan konteks lingkungan
tempat tinggal peserta didik (kabupaten, provinsi, pulau) dengan konteks
kesejarahan yang lebih luas, yaitu Indonesia. Bagaimana posisi daerahnya di
masa lampau ketika masa pra-aksara, masa
klasik Hindu- Buddha, dan masa Islam.
Bab I
Menelusuri Peradaban Awal di
Kepulauan Indonesia
Indonesia
terletak di persimpangan tiga lempeng benua-ketiganya bertemu di
sini-menciptakan tekanan sangat besar pada lapisan kulit bumi. Akibatnya,
lapisan kulit bumi di wilayah ini terdesak ke atas, membentuk paparan-paparan
yang luas dan beberapa pegunungan yang sangat tinggi. Seluruh wilayah ini
sangat rentan terhadap gempa bumi hebat dan letusan gunung berapi dahsyat yang
kerap mengakibatkan kerusakan parah. Hal ini terlihat dari beberapa catatan
geologis. Gempa bumi dan tsunami mengerikan yang dialami Aceh belum lama ini
hanyalah episode terakhir dari seluruh
rangkaian peristiwa panjang dalam masa pra sejarah dan sejarah.
(Arysio
Santos, 2010)
A.
Sebelum Mengenal Tulisan
Manusia
purba tidak mengenal tulisan dalam kebudayaannya. Periode kehidupan ini dikenal
dengan zaman praaksara. Masa praaksara berlangsung sangat lama jauh melebihi
periode kehidupan manusia yang sudah mengenal tulisan. Oleh karena itu, untuk
dapat memahami perkembangan kehidupan manusia pada zaman praaksara kita perlu
mengenali tahapan-tahapannya.
·
Memahami Teks
Sebelum
mengenali tahapan-tahapan atau pembabakan perkembangan kehidupan dan kebudayaan
zaman praaksara, perlu kamu ketahui lebih dalam apa yang dimaksud zaman
praaksara. Praaksara adalah istilah baru untuk menggantikan istilah prasejarah.
Penggunaan istilah prasejarah untuk menggambarkan perkembangan kehidupan dan
budaya manusia saat belum mengenal tulisan adalah kurang tepat. Pra berarti
sebelum dan sejarah adalah sejarah sehingga prasejarah berarti sebelum ada
sejarah. Sebelum ada sejarah berarti sebelum ada aktivitas kehidupan manusia.
Dalam kenyataannya sekalipun belum mengenal tulisan, makhluk yang dinamakan
manusia sudah memiliki sejarah dan sudah menghasilkan kebudayaan. Oleh karena
itu, para ahli mempopulerkan istilah praaksara untuk menggantikan istilah
prasejarah.
Pra
aksara berasal dari dua kata, yakni pra yang berarti sebelum dan aksara yang
berarti tulisan. Dengan demikian zaman praaksara adalah masa kehidupan manusia
sebelum mengenal tulisan. Ada istilah yang mirip dengan istilah praaksara,
yakni istilah nirleka. Nir berarti tanpa dan leka berarti tulisan.
Kita
bisa belajar banyak dari keberhasilan dan capaian prestasi terbaik dari
pendahulu kita. Sebaliknya kita juga belajar dari kegagalan mereka yang telah
menimbulkan malapetaka bagi dirinya atau bagi banyak orang. Untuk memetik
pelajaran dari uraian ini, dapat kita katakan bahwa nilai terpenting dalam
pembelajaran sejarah tentang zaman praaksara, dan sesudahnya ada dua yaitu
sebagai inspirasi untuk pengembangan nalar kehidupan dan sebagai peringatan.
Selebihnya kecerdasan dan pikiran-pikiran kritislah yang akan menerangi
kehidupan masa kini dan masa depan.
Sekarang
muncul pertanyaan, sejak kapan zaman praaksara berakhir? Sudah barang tentu
zaman praaksara itu berakhir setelah kehidupan manusia mulai mengenal tulisan.
Terkait dengan masa berakhirnya zaman praaksara masing-masing tempat akan
berbeda. Penduduk di Kepulauan Indonesia baru memasuki masa aksara sekitar abad
ke-4 dan ke-5 M. Hal ini jauh lebih
terlambat bila dibandingkan di tempat lain misalnya Mesir dan Mesopotamia yang sudah mengenal tulisan sejak sekitar tahun 3000 S.M. Fakta-fakta
masa aksara di Kepulauan Indonesia dihubungkan dengan temuan prasasti
peninggalan kerajaan tua seperti Kerajaan Kutai di Muara Kaman, Kalimantan
Timur.
B.
Terbentuknya Kepulauan Indonesia
Ada banyak teori dan penjelasan tentang
penciptaan bumi, mulai dari mitos sampai kepada penjelasan agama dan ilmu
pengetahuan. Kali ini kamu belajar sejarah sebagai cabang keilmuan,
pembahasannya adalah pendekatan ilmu pengetahuan, yakni asumsi-asumsi ilmiah,
yang kiranya juga tidak perlu bertentangan dengan ajaran agama. Salah satu di
antara teori ilmiah tentang terbentuknya bumi adalah Teori “Dentuman Besar” (Big Bang), seperti
dikemukaan oleh sejumlah ilmuwan dan yang mutakhir seperti ilmuwan besar
Inggris, Stephen Hawking. Teori ini
menyatakan bahwa alam semesta mulanya berbentuk gumpalan gas yang mengisi
seluruh ruang jagad raya.
Selanjutnya proses evolusi alam semesta
itu memakan waktu kosmologis yang sangat lama sampai beribu-ribu juta tahun.
Terjadinya evolusi bumi sampai adanya kehidupan memakan waktu yang sangat
panjang. Ilmu palaentologi membaginya dalam enam tahap waktu geologis.
Masing-masing ditandai oleh peristiwa alam yang menonjol, seperti munculnya
gunung-gunung, benua dan makhluk hidup yang paling sederhana. Proses evolusi
bumi dibagi menjadi beberapa periode sebagai berikut.
1.
Azoicum (Yunani: a = tidak; zoon = hewan), yaitu zaman sebelum adanya kehidupan. Pada
saat ini bumi baru terbentuk dengan suhu yang relatif tinggi. Waktunya lebih
dari satu milyar tahun lalu.
2.
Palaezoicum, yaitu zaman purba tertua. Pada masa ini sudah
meninggalkan fosil flora dan fauna. Berlangsung kira-kira 350.000.000 tahun.
3.
Mesozoicum, yaitu zaman purba tengah. Pada masa ini hewan
mamalia (menyusui), hewan amfibi, burung dan tumbuhan berbunga mulai ada.
Lamanya kira-kira 140.000.000 tahun.
4.
Neozoicum, yaitu zaman purba baru, yang dimulai sejak
60.000.000 tahun yang lalu. Zaman ini dapat dibagi lagi menjadi dua tahap
(Tersier dan Quarter), zaman es mulai menyusut dan makhluk-makhluk tingkat
tinggi dan manusia mulai hidup.
Menurut para ahli bumi, posisi pulau-pulau
di Kepulauan Indonesia terletak di atas tungku api yang bersumber dari magma
dalam perut bumi. Inti perut bumi tersebut berupa lava cair bersuhu sangat
tinggi. Makin ke dalam tekanan dan suhunya semakin tinggi.Sebagian wilayah di
Kepulauan Indonesia merupakan titik temu di antara tiga lempeng, yaitu lempeng
Indo-Australia di selatan, Lempeng Eurasia di utara dan Lempeng Pasifik di
timur. Pergerakan lempeng- lempeng tersebut dapat berupa subduksi (pergerakan
lempeng ke atas), obduksi (pergerakan lempeng ke bawah) dan kolisi (tumbukan
lempeng). Pergerakan lain dapat berupa pemisahan atau divergensi (tabrakan)
lempeng- lempeng. Pergerakan mendatar berupa pergeseran lempeng- lempeng
tersebut masih terus berlangsung hingga sekarang.
Letak Kepulauan Indonesia
yang berada pada deretan gunung api membuatnya menjadi daerah dengan tingkat
keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi. Kekayaan alam dan kondisi
geografis ini telah mendorong lahirnya penelitian dari bangsa- bangsa lain.
Dari sekian banyak penelitian terhadap flora dan fauna tersebut yang paling
terkenal diantaranya adalah peneliti Alfred Russel Wallace yang membagi
Indonesia dalam dua wilayah yang berbeda berdasarkan ciri khusus baik fauna
maupun floranya. Pembagian itu adalah Paparan Sahul di sebelah timur, Paparan
Sunda di sebelah barat.
C. Mengenal Manusia Purba
Peninggalan manusia purba untuk sementara
ini yang paling banyak ditemukan berada di Pulau Jawa. Meskipun di daerah lain
tentu juga ada, tetapi para peneliti belum berhasil menemukan tinggalan
tersebut atau masih sedikit yang berhasil ditemukan, misalnya di Flores. Di
bawah ini akan dipaparkan beberapa penemuan penting fosil manusia di beberapa
tempat.
1.
Sangiran
Perjalanan kisah perkembangan manusia di
dunia tidak dapat kita lepaskan dari keberadaan bentangan luas perbukitan
tandus yang berada diperbatasan Kabupaten Sragen dan Kabupaten Karanganyar.
Lahan itu dikenal dengan nama Situs Sangiran. Di dalam buku Harry Widianto dan
Truman Simanjuntak, Sangiran Menjawab Dunia diterangkan bahwa Sangiran
merupakan sebuah kompleks situs manusia purba dari Kala Pleistosen yang paling
lengkap dan paling penting di Indonesia, dan bahkan di Asia.
Lokasi tersebut merupakan pusat perkembangan manusia dunia, yang memberikan
petunjuk tentang keberadaan manusia sejak 150.000 tahun yang lalu. Situs
Sangiran telah diakui sebagai salah satu pusat evolusi manusia di dunia. Situs
itu ditetapkan secara resmi sebagai Warisan Dunia pada 1996, yang tercantum
dalam nomor 593 Daftar Warisan Dunia (World Heritage List) UNESCO.
2.
Trinil, Ngawi, Jawa Timur
Trinil adalah sebuah desa di pinggiran
Bengawan Solo, masuk wilayah administrasi
Kabupaten Ngawi, Jawa
Timur. Tinggalan purbakala telah lebih dulu ditemukan di daerah ini jauh
sebelum von Koenigswald menemukan Sangiran pada 1934. Ekskavasi yang
dilakukan oleh Eugene Dubois di Trinil telah membawa
penemuan sisa-sisa manusia purba yang sangat berharga bagi dunia
pengetahuan. Penggalian Dubois dilakukan pada endapan alluvial Bengawan Solo.
Dari lapisan ini ditemukan atap tengkorak Pithecanthropus erectus, dan beberapa
buah tulang paha (utuh dan fragmen) yang menunjukkan pemiliknya telah berjalan
tegak.
Berdasarkan beberapa penelitian yang
dilakukan oleh para ahli, dapatlah direkonstruksi beberapa jenis manusia purba yang pernah
hidup di zaman praaksara.
1.
Jenis Meganthropus Jenis manusia purba ini terutama berdasarkan
penelitian von Koenigswald di Sangiran tahun 1936 dan 1941 yang menemukan fosil
rahang manusia yang berukuran besar. Dari hasil rekonstruksi ini kemudian para
ahli menamakan jenis manusia ini dengan sebutan Meganthropus paleojavanicus,
artinya manusia raksasa dari Jawa. Jenis manusia purba ini memiliki ciri rahang
yang kuat dan badannya tegap. Diperkirakan makanan jenis manusia ini adalah
tumbuh- tumbuhan. Masa hidupnya diperkirakan pada zaman Pleistosen Awal.
2.
Jenis
Pithecanthropus Jenis manusia ini didasarkan pada penelitian Eugene Dubois
tahun 1890 di dekat Trinil, sebuah desa di pinggiran Bengawan Solo, di wilayah
Ngawi. Setelah direkonstruksi terbentuk kerangka manusia, tetapi masih terlihat
tanda-tanda kera. Oleh karena itu jenis ini dinamakan Pithecanthropus erectus,
artinya manusia kera yang berjalan
tegak. Jenis ini juga ditemukan di Mojokerto, sehingga disebut Pithecanthropus
mojokertensis. Jenis manusia purba yang
juga terkenal sebagai rumpun Homo erectus ini paling banyak ditemukan di Indonesia. Diperkirakan jenis manusia purba ini hidup
dan berkembang sekitar zaman Pleistosen Tengah. Gambar 1.9 Tengkorak
Pithecanthropus erectus yang ditemukan di Trinil Sumber : Taufik Abdullah dan
A.B Lapian (ed). 2012. Indonesia Dalam
Arus Sejarah. jilid 1. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.
3.
Jenis Homo Fosil
jenis Homo ini pertama diteliti oleh von Reitschoten di Wajak. Penelitian
dilanjutkan oleh Eugene Dubois bersama kawan-kawan dan menyimpulkan sebagai
jenis Homo. Ciri-ciri jenis manusia Homo ini muka lebar, hidung dan mulutnya
menonjol. Dahi juga masih menonjol, sekalipun tidak semenonjol jenis
Pithecanthropus. Bentuk fisiknya tidak jauh berbeda dengan manusia sekarang.
Hidup dan perkembangan jenis manusia ini sekitar 40.000 – 25.000 tahun yang lalu.
Tempat-tempat penyebarannya tidak hanya di Kepulauan Indonesia tetapi juga di
Filipina dan Cina Selatan.
Beberapa spesimen (penggolongan)
manusia Homo sapiens dapat dikelompokkan sebagai berikut,
a.
Manusia Wajak Manusia Wajak (Homo wajakensis) merupakan
satu- satunya temuan di Indonesia yang untuk sementara dapat disejajarkan
perkembangannya dengan manusia modern awal dari akhir Kala Pleistosen. Pada
tahun 1889, manusia Wajak ditemukan oleh B.D. van Rietschoten di sebuah ceruk
di lereng pegunungan karst di barat laut Campurdarat, dekat Tulungagung, Jawa
Timur.
b.
Manusia Liang Bua Pengumuman tentang penemuan manusia Homo
floresiensis tahun 2004 menggemparkan dunia ilmu pengetahuan. Sisa-sisa manusia
ditemukan di sebuah gua Liang Bua oleh tim peneliti gabungan Indonesia dan
Australia. Sebuah gua permukiman prasejarah di Flores.
D. Perkembangan Teknologi
1. Antara Batu dan
Tulang
Peralatan pertama
yang digunakan oleh manusia purba adalah alat-alat dari batu yang seadanya dan
juga dari tulang. Peralatan ini berkembang pada zaman paleolitikum atau zaman
batu tua. Zaman batu tua ini bertepatan dengan zaman neozoikum terutama pada
akhir zaman Tersier dan awal zaman Quartair. Zaman ini berlangsung sekitar
600.000 tahun yang lalu.
2. Antara Pantai
dan Gua
Zaman batu terus
berkembang memasuki zaman batu madya atau batu tengah yang dikenal zaman
mesolitikum. Hasil kebudayaan batu madya ini sudah lebih maju apabila
dibandingkan hasil kebudayaan zaman paleolitikum. Sekalipun demikian bentuk dan
hasil-hasil kebudayaan zaman paleolitikum (batu tua) tidak serta merta punah
tetapi mengalami penyempurnaan.
3. Sebuah Revolusi
Perkembangan zaman
batu yang dapat dikatakan paling penting dalam kehidupan manusia adalah zaman
batu baru atau neolitikum. Pada zaman neolitikum yang juga dapat dikatakan
sebagai zaman batu muda. Pada zaman ini telah terjadi “revolusi kebudayaan”,
yaitu terjadinya perubahan pola hidup manusia.
Pola hidup food gathering digantikan dengan pola food producing. Hal ini seiring dengan terjadinya perubahan jenis
pendukung kebudayaanya. Pada zaman ini telah hidup jenis Homo sapiens sebagai
pendukung kebudayaan zaman batu baru.
E. Pola
Hunian
Dalam
buku Indonesia Dalam Arus Sejarah, Jilid I diterangkan tentang pola hunian
manusia purba yang memperlihatkan dua karakter khas hunian purba yaitu, (1)
kedekatan dengan sumber air dan (2) kehidupan di alam terbuka. Pola hunian itu
dapat dilihat dari letak geografis situs-situs serta kondisi lingkungannya.
Beberapa contoh yang menunjukkan pola hunian seperti itu adalah situs-situs
purba di sepanjang aliran Bengawan Solo (Sangiran, Sambungmacan, Trinil, Ngawi,
dan Ngandong) merupakan contoh- contoh dari adanya kecenderungan manusia purba
menghuni lingkungan di pinggir sungai.
F. Mengenal Api
Bagi
manusia purba, proses penemuan api merupakan bentuk inovasi yang sangat
penting. Berdasarkan data arkeologi, penemuan api kira-kira terjadi pada
400.000 tahun yang lalu. Penemuan pada periode manusia Homo erectus.
Pada awalnya pembuatan api dilakukan
dengan cara membenturkan dan menggosokkan benda halus yang mudah terbakar
dengan benda padat lain. Sebuah batu yang keras, misalnya batu api, jika
dibenturkan ke batuan keras lainnya akan menghasilkan percikan api. Percikan
tersebut kemudian ditangkap dengan dedaunan kering, lumut atau material lain
yang kering hingga menimbulkan api. Pembuatan api juga dapat dilakukan dengan
menggosok suatu benda terhadap benda lainnya, baik secara berputar, berulang,
atau bolak-balik. Sepotong kayu keras misalnya, jika digosokkan pada kayu lainnya
akan menghasilkan panas karena gesekan itu kemudian menimbulkan api.
G. Dari Berburu-Meramu sampai Bercocok
Tanam
Masa manusia purba berburu dan
meramu itu sering disebut dengan masa food gathering. Mereka hanya mengumpulkan
dan menyeleksi makanan karena belum dapat mengusahakan jenis tanaman untuk
dijadikan bahan makanan. Peralihan Zaman Mesolitikum ke Neolitikum menandakan
adanya revolusi kebudayaan dari food gathering menuju food producing dengan
Homo sapien sebagai pendukungnya.
H. Sistem Kepercayaan
Nenek moyang kita mengenal
kepercayaan kehidupan setelah mati. Mereka percaya pada kekuatan lain yang maha
kuat di luar dirinya. Mereka selalu menjaga diri agar setelah mati tetap
dihormati. Perwujudan kepercayaannya dituangkan dalam berbagai bentuk diantaranya
karya seni. Satu di antaranya berfungsi sebagai bekal untuk orang yang
meninggal.
Masyarakat zaman praaksara terutama
periode zaman neolitikum sudah mengenal sistem kepercayaan. Mereka sudah
memahami adanya kehidupan setelah mati. Mereka
meyakini bahwa roh seseorang yang telah meninggal akan ada kehidupan di
alam lain. Oleh karena itu, roh orang yang sudah meninggal akan senantiasa
dihormati oleh sanak kerabatnya. Terkait dengan itu maka kegiatan ritual yang
paling menonjol adalah upacara penguburan orang meninggal. Dalam tradisi
penguburan ini, jenazah orang yang telah meninggal dibekali berbagai benda dan
peralatan kebutuhan sehari-hari, misalnya barang-barang perhiasan, periuk dan
lain-lain yang dikubur bersama mayatnya.
Sistem
kepercayaan masyarakat praaksara yang demikian itu telah melahirkan tradisi
megalitik (zaman megalitikum = zaman batu besar). Mereka mendirikan bangunan
batu-batu besar seperti menhir, dolmen, punden berundak, dan sarkofagus.
I. Kedatangan Deutro
dan Protomelayu
Menurut Sarasin bersaudara, penduduk
asli Kepulauan Indonesia adalah ras berkulit gelap dan bertubuh kecil. Mereka
mulanya tinggal di Asia bagian tenggara. Ketika zaman es mencair dan air laut
naik hingga terbentuk Laut Cina Selatan dan Laut Jawa, sehingga memisahkan
pegunungan vulkanik Kepulauan Indonesia dari daratan utama.
Protomelayu diyakini sebagai nenek
moyang orang Melayu Polinesia yang tersebar dari Madagaskar sampai pulau-pulau
paling timur di Pasifik. Mereka diperkirakan datang dari Cina bagian selatan. Dari Cina bagian selatan itu
mereka bermigrasi ke Indocina dan Siam kemudian ke Kepulauan Indonesia. Kedatangan para imigran baru itu kemudian
mendesak keberadaan penduduk asli dan pendatang sebelumnya.
Deutero Melayu merupakan ras yang
datang dari Indocina bagian utara. Mereka membawa budaya baru berupa perkakas
dan senjata besi di Kepulauan Indonesia. Pada akhirnya Proto dan Deutero Melayu
membaur yang selanjutnya menjadi penduduk di Kepulauan Indonesia. Pada masa
selanjutnya mereka sulit untuk dibedakan. Proto Melayu meliputi penduduk di
Gayo dan Alas di Sumatra bagian utara, serta Toraja di Sulawesi. Sementara itu,
semua penduduk di Kepulauan Indonesia, kecuali penduduk Papua dan yang tinggal
di sekitar pulau-pulau Papua adalah ras Deutero Melayu.
Sekitar 170 bahasa yang digunakan di
Kepulauan Indonesia adalah bahasa Austronesia (Melayu-Polinesia). Bahasa itu
kemudian dikelompokan menjadi dua oleh Sarasin, yaitu Bahasa Aceh dan
bahasa-bahasa di pedalaman Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Kelompok kedua
adalah bahasa Batak, Melayu standar, Jawa, dan Bali. Kelompok bahasa kedua itu
mempunyai hubungan dengan bahasa Malagi di Madagaskar dan Tagalog di Luzon.
Persebaran geografis kedua bahasa itu menunjukkan bahwa penggunanya adalah pelaut-pelaut pada masa dahulu yang
sudah mempunyai peradaban lebih maju.
Bab II
Pedagang, Penguasa dan Pujangga pada
Masa Klasik (Hindu-Buddha)
Masa
Hindu-Buddha berlangsung selama kurang lebih 12 abad. Pembabakan masa
Hindu-Buddha terbagi menjadi tiga, yaitu periode pertumbuhan, perkembangan, dan
keruntuhan. Pada abad ke-16 agama Islam mulai mendominasi Nusantara. Namun,
tidak berarti pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha hilang tergantikan kebudayaan
Islam. Agama Islam mengakomodasi peninggalan Hindu-Buddha, tentunya dengan
melakukan modifikasi agar tetap berselang beberapa abad, wujud peradaban
Hindu-Buddha masih dapat kita saksikan hingga sekarang, misalnya dalam
perwujudan sastra dan arsitektur.
(Taufik
Abdullah (ed), 2012b)
A.
Dari Lembah Indus sampai Muarakaman
Saat Sumatra di bawah Dinasti
Syailendra, kerajaan itu dapat menguasai kerajaan- kerajaan lain di sepanjang
Laut Malaka. Pada masa itu pula hubungan dengan India dan Cina berkembang
pesat. Bahkan hubungan itu sangat berpengaruh dalam perkembangan budaya pada
masa itu, bahkan hingga saat ini pengaruh kedua budaya itu masih dapat kita
temui. Kehebatan Sriwijaya juga ditunjukkan dengan adanya “dharma” (sumbangan)
dari Raja Sriwijaya untuk mendirikan asrama di Nalanda. Sriwijaya pun menjadi pusat belajar agama
Buddha pada masa itu. Sumber-sumber Tibet dan Nepal menyebutkan, seorang
pendeta Buddha yang bernama Atisa, belajar Agama Buddha di Sriwijaya selama 12
tahun, atas saran I-tsing, seorang musafir dari Cina yang lebih dahulu pernah
singgah di Sriwijaya.
Jika
mengunjungi Candi Prambanan atau Candi Borobudur, kamu akan melihat kisah dalam
dunia wayang. Tentu kamu juga pernah mendengar tentang wayang, atau bahkan ada
yang suka melihat wayang. Wayang sudah dikenal oleh nenek moyang kita sejak
masa Hindu-Buddha. Melalui wayang kisah Mahabharata dipentaskan. Kisah yang
hingga saat ini masih populer adalah Kisah Bharatayudha. Kisah yang menceritakan
tentang perang saudara antara Kurawa dan Pandawa, tentang kebaikan yang
mengalahkan kejahatan. Cerita itu merupakan saduran dari India. Seorang
pujangga Jawa diperintahkan oleh Jabajaya untuk menulis cerita itu dalam versi
Jawa. Jayabaya adalah Raja Kediri yang kekuasaannya tidak dapat ditentang oleh
kerajaan- kerajaan lain. Raja ini pula yang dikenal karena kehebatan
ramalannya. Selain Mahabharata juga dikenal cerita tentang Ramayana. Dari kisah
Ramayana itulah disebutkan adanya Jawadwipa, pulau yang kaya dengan tambang
emas dan perak.
Nama
Jawadwipa juga sudah dikenal oleh seorang ahli geografi Yunani, Ptolomeus, pada
awal tarikh Masehi dengan nama “Labadiu”. Jadi nama Kepulauan Indonesia sudah
ditulis dan dikenal oleh penulis Barat jauh pada masa awal Masehi. Ptolomeus
menyebutkan bahwa Pulau Labadiu artinya Pulau Padi atau dikenal pula dengan
Jawadwipa.
1.
Lahirnya Agama Hindu
Pertumbuhan
dan perkembangan kebudayaan Hindu di India berkaitan dengan sistem kepercayaan
bangsa Arya yang masuk ke India pada 1500 S.M. Kebudayaan Arya berkembang di
Lembah Sungai Indus India. Bangsa Arya mengembangkan sistem kepercayaan dan
sistem kemasyarakatan yang sesuai dengan tradisi yang dimilikinya.
Kitab
suci agama Hindu disebut Weda (Veda), artinya pengetahuan tentang agama. Sanusi
Pane dalam bukunya Sejarah Indonesia menjelaskan tentang Weda terdiri dari 4
buah kitab, yaitu:
a.
Rigweda Rigweda adalah kitab yang berisi tentang
ajaran-ajaran Hindu. Rigweda merupakan kitab yang tertua dan kemungkinan muncul
pada waktu bangsa Arya masih berada di daerah
Punjab.
b.
Samaweda Samaweda adalah kitab yang berisi
nyanyian-nyanyian pujaan yang wajib dilakukan ketika upacara agama.
c.
Yajurweda Yajurweda adalah kitab yang berisi dosa-doa yang
dibacakan ketika diselenggarakan upacara agama. Munculnya kitab ini
diperkirakan ketika bangsa Arya mengusai daerah Gangga Tengah.
d.
Atharwaweda Atharwaweda adalah kitab yang berisi doa-doa
untuk menyembuhkan penyakit, doa untuk memerangi raksasa. Doa-doa atau mantera
pada kitab ini muncul setelah bangsa Arya berhasil menguasai daerah Gangga
Hilir.
2. Lahirnya Agama
Buddha
Agama Buddha lahir sekitar abad ke-5
S.M. Agama ini lahir sebagai reaksi terhadap agama Hindu terutama karena
keberadaan kasta. Pembawa agama Buddha adalah Sidharta Gautama (563-486 S.M),
seorang putra dari Raja Suddhodana dari Kerajaan Kosala di Kapilawastu. Untuk
mencari pencerahan hidup, ia meninggalkan Istana Kapilawastu dan menuju ke
tengah hutan di Bodh Gaya. Ia bertapa di bawah pohon (semacam pohon beringin)
dan akhirnya mendapatkan bodhi, yaitu semacam penerangan atau kesadaran yang
sempurna. Pohon itu kemudian dikenal dengan pohon bodhi. Sejak saat itu,
Sidharta Gautama dikenal sebagai Sang Buddha, artinya yang disinari. Peristiwa
ini terjadi pada tahun 531 SM. Usia Sidharta waktu itu kurang lebih 35 tahun
3. Masuknya
pengaruh Hindu-Buddha
Agama
dan kebudayaan Hindu-Buddha berkembang di Indonesia. Satu bukti adalah
ditemukannya arca Buddha terbuat dari perunggu di daerah Sempaga, Sulawesi
Selatan. Menurut ciri-cirinya, arca Sempaga memperlihatkan langgam seni arca
Amarawati dari India Selatan. Arca sejenis juga ditemukan di daerah Jember,
Jawa Timur dan daerah Bukit Siguntang Sumatra Selatan. Di daerah Kota Bangun
Kutai, Kalimantan Timur, juga ditemukan arca Buddha. Arca Buddha itu
memperlihatkan ciri seni area dari India Utara.
B.
Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha
1.
Kerajaan Kutai
Sumber
sejarah Kutai yang utama adalah prasasti yang disebut yupa, yaitu berupa batu
bertulis. Yupa juga sebagai tugu peringatan dari upacara kurban. Yupa ini
dikeluarkan pada masa pemerintahan raja Mulawarman. Prasasti yupa ditulis
dengan huruf pallawa dan bahasa sanskerta. Dengan melihat bentuk hurufnya, para
ahli berpendapat bahwa yupa dibuat sekitar abad ke-5 M.
Pada
masa pemerintahan Mulawarman, Kutai mengalami
zaman keemasan. Kehidupan ekonomi pun mengalami perkembangan. Kutai
terletak di tepi sungai, sehingga masyarakatnya melakukan pertanian. Selain
itu, mereka banyak yang melakukan perdagangan. Bahkan diperkirakan sudah
terjadi hubungan dagang dengan luar. Jalur perdagangan internasional dari India
melewati Selat Makassar, terus ke Filipina dan sampai di Cina.
2.
Kerajaan Tarumanegara
Purnawarman
adalah raja terkenal dari Tarumanegara. Perlu kamu pahami bahwa setelah
Kerajaan Kutai berkembang di Kalimantan Timur, di Jawa bagian barat muncul
Kerajaan Tarumanegara. Kerajaan ini terletak tidak jauh dari pantai utara Jawa
bagian Barat. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan letak pusat Kerajaan
Tarumanegara diperkirakan di antara Sungai Citarum dan Cisadane.
Sumber
sejarah Tarumanegara yang utama adalah beberapa prasasti yang telah ditemukan.
Berkaitan dengan perkembangan Kerajaan Tarumanegara, telah ditemukan tujuh buah
prasasti. Prasasti-prasasti itu berhuruf pallawa dan berbahasa sansekerta.
Ketujuh prasasti itu adalah :
1.
Prasasti Ciareteun, Prasasti ini ditemukan di tepi Sungai
Citarum di dekat muaranya yang mengalir ke Sungai Cisadane, di daerah Bogor.
Pada prasasti ini dipahatkan sepasang telapak kaki Raja Purnawarman.
2.
Prasati Kebon Kopi, Prasasti Kebon Kopi ditemukan di
Kampung Muara Hilir, Kecamatan Cibungbulang, Bogor. Pada prasasti ini ada
pahatan gambar tapak kaki gajah yang disamakan dengan tapak kaki gajah Airawata
(gajah kendaraan Dewa Wisnu).
3.
Prasasti Jambu, Prasasti ini ditemukan di perkebunan Jambu,
Bukit Koleangkok, kira-kira 30 km sebelah barat Bogor. Dalam prasasti itu
diterangkan bahwa Raja Purnawarman itu gagah, pemimpin yang termasyhur, dan
baju zirahnya tidak dapat ditembus senjata musuh.
4.
Prasasti Tugu, Prasasti Tugu ditemukan di Desa Tugu,
Cilincing Jakarta. Prasasti ini menerangkan tentang penggalian saluran Gomati
dan Sungai Candrabhaga. Mengenai nama Candrabhaga, Purbacaraka mengartikan
candra = bulan = sasi. Candrabhaga menjadi sasibhaga dan kemudian menjadi Bhagasasi
- bagasi, akhirnya menjadi Bekasi.
5.
Prasasti Pasir Awi, Prasasti Pasir Awi ditemukan di daerah
Bogor.
6.
Prasasti Muara, Cianten Prasasti Muara Cianten ditemukan di
daerah Bogor.
7.
Prasasti Lebak Prasasti Lebak, ditemukan di tepi Sungai
Cidanghiang, Kecamatan Muncul, Banten Selatan. Prasasti ini menerangkan tentang
keperwiraan, keagungan, dan keberanian Purnawarman sebagai raja dunia.
3.
Kerajaan Kalingga
Ratu Sima adalah penguasa di Kerajaan
Kalingga. Ia digambarkan sebagai seorang pemimpin wanita yang tegas dan taat
terhadap peraturan yang berlaku dalam kerajaan itu. Kerajaan Kalingga atau
Holing, diperkirakan terletak di Jawa bagian tengah. Nama Kalingga berasal dari
Kalinga, nama sebuah kerajaan di India Selatan.
Raja yang paling terkenal pada masa
Kerajaan Kalingga adalah seorang raja wanita yang bernama Ratu Sima. Ia
memerintah sekitar tahun 674 M. Ia dikenal sebagai raja yang tegas, jujur, dan
sangat bijaksana. Hukum dilaksanakan dengan tegas dan seadil-adilnya. Rakyat
patuh terhadap semua peraturan yang berlaku.
Kerajaan Kalingga mengalami
kemunduran kemungkinan akibat
serangan Sriwijaya yang menguasai perdagangan. Serangan tersebut mengakibatkan
pemerintahan Kijen menyingkir ke Jawa bagian timur atau mundur ke pedalaman
Jawa bagian tengah antara tahun 742 -755 M.
4.
Kerajaan Sriwijaya
Sumber sejarah Kerajaan Sriwijaya yang
penting adalah prasasti. Prasasti-prasasti itu ditulis dengan huruf Pallawa.
Bahasa yang dipakai Melayu Kuno. Beberapa prasasti itu antara lain sebagai
berikut.
1.
Prasasti Kedukan Bukit Prasasti
Kedukan Bukit ditemukan di tepi Sungai Tatang, dekat
Palembang. Prasasti ini berangka tahun 605 Saka (683 M). Isinya antara lain
menerangkan bahwa seorang bernama Dapunta Hyang mengadakan perjalanan suci
(siddhayatra) dengan menggunakan perahu. Ia berangkat dari Minangatamwan dengan
membawa tentara 20.000 personil.
2.
Prasasti Talang Tuo
Prasasti Talang Tuo ditemukan di sebelah barat Kota
Palembang di daerah Talang Tuo. Prasasti ini berangka tahun 606 Saka (684 M).
Isinya menyebutkan tentang pembangunan sebuah taman yang disebut Sriksetra.
Taman ini dibuat oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga.
5.
Kerajaan Mataram Kuno
Pada pertengahan abad ke-8 di Jawa bagian
tengah berdiri sebuah kerajaan baru. Kerajaan itu kita kenal dengan nama
Kerajaan Mataram Kuno. Mengenai letak dan pusat Kerajaan Mataram Kuno tepatnya
belum dapat dipastikan. Ada yang menyebutkan pusat kerajaan di Medang dan
terletak di Poh Pitu.
Sebelum Sanjaya berkuasa di Mataram Kuno,
di Jawa sudah berkuasa seorangraja bernama Sanna. Menurut prasasti Canggal yang
berangka tahun 732 M, diterangkan bahwa Raja Sanna telah digantikan oleh
Sanjaya. Raja Sanjaya adalah putra Sanaha, saudara perempuan dari Sanna.
Sanjaya tampil memerintah Kerajaan Mataram
Kuno pada tahun 717 - 780 M. Ia melanjutkan kekuasaan Sanna. Sanjaya kemudian
melakukan penaklukan terhadap raja-raja kecil bekas bawahan Sanna yang
melepaskan diri. Setelah itu, pada tahun 732 M Raja Sanjaya mendirikan bangunan
suci sebagai tempat pemujaan. Bangunan ini berupa lingga dan berada di atas
Gunung Wukir (Bukit Stirangga). Bangunan suci itu merupakan lambang
keberhasilan Sanjaya dalam menaklukkan raja-raja lain.
Dalam Kitab Sang Hyang Kamahayanikan
Mantranaya, pada abad ke-10, Mpu Sindok dari dinasti Isana menyebarkan ajaran
dari India, yaitu agama Buddha. Ajaran itu disebarkan di Jawa dan disesuaikan
dengan pengetahuan penduduk pada saat itu. Lebih jauh lagi hasil pengetahuan
itu diwujudkan dalam bentuk bangunan candi oleh penduduk Jawa, bukan oleh
penduduk India. Candi itu kemudian digunakan sebagai sarana ibadah mereka.
Bukti itu ditunjukkan dengan tidak adanya Kampung Keling yang berada di sekitar
Candi Borobudur. Bukti lainnya itu ditemukannya tulisan yang memakai huruf Jawa
kuno, dengan bahasa sanskerta, dengan tidak menggunakan tata bahasa sanskerta.
6.
Kerajaan Kediri
Kehidupan politik pada bagian awal di
Kerajaan Kediri ditandai dengan perang saudara antara Samarawijaya yang
berkuasa di Panjalu dan Panji Garasakan yang berkuasa di Jenggala. Mereka tidak
dapat hidup berdampingan. Pada tahun 1052 M terjadi peperangan perebutan
kekuasaan di antara kedua belah pihak. Pada tahap pertama Panji Garasakan dapat
mengalahkan Samarawijaya, sehingga Panji Garasakan berkuasa.
Pada tahun 1135 M tampil raja yang sangat
terkenal, yakni Raja Jayabaya. Ia meninggalkan tiga prasasti penting, yakni
Prasasti Hantang atau Ngantang (1135 M), Talan (1136 M) dan Prasasti Desa Jepun
(1144 M). Prasasti Hantang memuat tulisan panjalu jayati, artinya panjalu
menang. Hal itu untuk mengenang kemenangan Panjalu atas Jenggala. Jayabaya
telah berhasil mengatasi berbagai kekacauan di kerajaan.
7. Kerajaan
Singhasari
a.
Ken Arok (1222 – 1227 M)
Setelah berakhirnya Kerajaan Kediri,
kemudian berkembang Kerajaan Singhasari. Pusat Kerajaan Singhasari kira-kira
terletak di dekat kota Malang, Jawa Timur. Kerajaan ini didirikan oleh Ken
Arok. Ken Arok berhasil tampil sebagai raja, walaupun ia berasal dari kalangan
rakyat biasa. Menurut kitab Pararaton, Ken Arok adalah anak seorang petani dari
Desa Pangkur, di sebelah timur Gunung Kawi, daerah Malang. Ibunya bernama Ken
Endok.
b.
Anusapati
Tahun 1227 M Anusapati naik tahta Kerajaan
Singhasari. Ia memerintah selama 21 tahun. Akan tetapi, ia belum banyak berbuat
untuk pembangunan kerajaan.
Lambat
laun berita tentang pembunuhan Ken Arok sampai pula kepada Tohjoyo (putra Ken
Arok). Oleh karena ia mengetahui pembunuh ayahnya adalah Anusapati, maka
Tohjoyo ingin membalas dendam, yaitu membunuh Anusapati. Tohjoyo mengetahui
bahwa Anusapati memiliki kesukaan menyabung ayam maka ia mengajak Anusapati
untuk menyabung ayam. Pada saat menyabung ayam, Tohjoyo berhasil membunuh
Anusapati. Anusapati dicandikan di Candi Kidal dekat Kota Malang sekarang.
Anusapati meninggalkan seorang putra bernama Ronggowuni.
c.
Tohjoyo (1248 M)
Setelah
berhasil membunuh Anusapati, Tohjoyo naik tahta. Masa pemerintahannya sangat
singkat, Ronggowuni yang merasa berhak atas tahta kerajaan, menuntut tahta
kepada Tohjoyo. Ronggowuni dalam hal ini dibantu oleh Mahesa Cempaka, putra
dari Mahesa Wongateleng. Menghadapi tuntutan ini, maka Tohjoyo mengirim
pasukannya di bawah Lembu Ampal untuk melawan Ronggowuni.
d.
Ronggowuni (1248 - 1268 M)
Ronggowuni
naik tahta Kerajaan Singhasari tahun 1248 M. Ronggowuni bergelar Sri Jaya
Wisnuwardana. Dalam memerintah ia didampingi oleh Mahesa Cempaka yang
berkedudukan sebagai Ratu Anggabaya. Mahesa Cempaka bergelar Narasimhamurti.
e.
Kertanegara (1268 - 1292 M)
Tahun
1268 M Kertanegara naik tahta menggantikan Ronggowuni. Ia bergelar Sri
Maharajadiraja Sri Kertanegara. Kertanegara merupakan raja yang paling terkenal
di Singhasari. Ia bercita-cita, Singhasari menjadi kerajaan yang besar.
Usaha
untuk memperluas wilayah dan mencari dukungan dan berbagai daerah terus
dilakukan oleh Kertanegara. Banyak pasukan Singhasari yang dikirim ke berbagai
daerah. Antara lain pasukan yang dikirim ke tanah Melayu. Oleh karena itu,
keadaan ibu dua kota kerajaan kekuatannya berkurang. Keadaan ini diketahui oleh
pihak-pihak yang tidak senang terhadap kekuasaan Kertanegara. Pihak yang tidak
senang itu antara lain Jayakatwang, penguasa Kediri. Ia berusaha menjatuhkan
kekuasaan Kertanegara.
8.
Kerajaan Majapahit
Setelah
Singhasari jatuh, berdirilah kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa Timur,
abad ke-14 - ke-15 M. Berdirinya kerajaan ini sebenarnya sudah direncanakan
oleh Kertarajasa Jayawarddhana (Raden Wijaya).
Pada
masa pemerintahannya Raden Wijaya mengalami pemberontakan yang dilakukan oleh
sahabat-sahabatnya yang pernah mendukung perjuangan dalam mendirikan Majapahit.
Setelah Raden Wijaya wafat, ia digantikan oleh puteranya Jayanegara. Jayanegara
dikenal sebagai raja yang kurang bijaksana dan lebih suka bersenang-senang.
Kondisi itulah yang menyebabkan pembantu-pembantunya melakukan pemberontakan.
Pada
masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit mencapai
zaman keemasan. Wilayah kekuasaan Majapahit sangat luas, bahkan melebihi luas
wilayah Republik Indonesia sekarang. Oleh karena itu, Muhammad Yamin menyebut
Majapahit dengan sebutan negara nasional kedua di Indonesia.
9.
Kerajaan Buleleng dan Kerajaan Dinasti Warmadewa di Bali
Dalam
sejarah Bali, nama Buleleng mulai terkenal setelah periode kekuasaan Majapahit.
Pada waktu di Jawa berkembang kerajaan-kerajaan Islam, di Bali juga berkembang
sejumlah kerajaan. Misalnya Kerajaan Gelgel, Klungkung, dan Buleleng yang
didirikan oleh I Gusti Ngurak Panji Sakti, dan selanjutnya muncul kerajaan yang
lain.
Pada
zaman kuno, sebenarnya Buleleng sudah berkembang. Pada masa perkembangan
Kerajaan Dinasti Warmadewa, Buleleng diperkirakan menjadi salah satu daerah
kekuasaan Dinasti Warmadewa. Sesuai dengan letaknya yang ada di tepi pantai,
Buleleng berkembang menjadi pusat perdagangan laut. Hasil pertanian dari
pedalaman diangkut lewat darat menuju Buleleng. Dari Buleleng barang dagangan
yang berupa hasil pertanian seperti kapas, beras, asam, kemiri, dan bawang
diangkut atau diperdagangkan ke pulau lain (daerah seberang). Perdagangan
dengan daerah seberang mengalami perkembangan pesat pada masa Dinasti Warmadewa
yang diperintah oleh Anak Wungsu. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya
kata-kata pada prasasti yang disimpan di Desa Sembiran yang berangka tahun
1065.
Nama
Kerajaan Buleleng semakin terkenal, terutama setelah zaman penjajahan Belanda
di Bali. Pada waktu itu pernah terjadi perang rakyat Buleleng melawan Belanda.
C.
Terbentuknya Jaringan Nusantara Melalui Perdagangan
Jalur-jalur perdagangan yang berkembang di
Nusantara sangat ditentukan oleh kepentingan ekonomi pada saat itu dan perkembangan
rute perdagangan dalam setiap
masa yang berbeda- beda. Jika pada masa praaksara hegemoni budaya
dominan datang dari pendukung budaya Austronesia dari Asia Tenggara Daratan.
Pada masa perkembangan Hindhu-Buddha di Nusantara terdapat dua kekuatan
peradaban besar, yaitu Cina di utara dan India di bagian barat daya. Keduanya merupakan
dua kekuatan super power pada masanya dan pengaruhnya amat besar terhadap
penduduk di Kepulauan Indonesia. Bagaimanapun, peralihan rute perdagangan dunia
ini telah membawa berkah tersendiri bagi masyarakat dan suku bangsa di
Nusantara. Mereka secara langsung terintegrasikan ke dalam jalinan perdagangan
dunia pada masa itu. Selat Malaka menjadi penting sebagai pintu gerbang yang
menghubungkan antara pedagang-pedagang Cina dan pedagang-pedagang India.
Pertumbuhan
jaringan dagang internasional dan antarpulau telah melahirkan kekuatan politik
baru di Nusantara. Peta politik di Jawa dan Sumatra abad ke-7, seperti
ditunjukkan oleh D.G.E. Hall, bersumber dari catatan pengunjung Cina yang
datang ke Sumatra. Dua negara di Sumatra disebutkan, Mo-lo-yeu (Melayu) di
pantai timur, tepatnya di Jambi sekarang di muara Sungai Batanghari. Agak ke
selatan dari itu terdapat Che-li-fo-che, pengucapan cara Cina untuk kata bahasa
sanskerta, Criwijaya. Di Jawa terdapat tiga kerajaan utama, yaitu di ujung
barat Jawa, terdapat Tarumanegara, dengan rajanya yang terkemuka Purnawarman,
di Jawa bagian tengah ada Ho-ling (Kalingga), dan di Jawa bagian timur ada
Singhasari dan Majapahit.
D.
Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu-Buddha
Akulturasi kebudayaan yaitu suatu proses percampuran
antara unsur-unsur kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain, sehingga
membentuk kebudayaan baru. Kebudayaan baru yang merupakan hasil percampuran itu
masing-masing tidak kehilangan kepribadian/ciri khasnya.
1.
Seni Bangunan
Bentuk-bentuk bangunan candi di Indonesia pada umumnya
merupakan bentuk akulturasi antara unsur-unsur budaya Hindu- Buddha dengan
unsur budaya Indonesia asli. Bangunan yang megah, patung-patung perwujudan dewa
atau Buddha, serta bagian- bagian candi dan stupa adalah unsur-unsur dari
India. Bentuk candi- candi di Indonesia pada hakikatnya adalah punden berundak
yang merupakan unsur Indonesia asli. Candi Borobudur merupakan salah satu
contoh dari bentuk akulturasi tersebut.
2.
Seni Rupa dan Seni Ukir
Masuknya pengaruh India juga membawa perkembangan dalam bidang seni
rupa, seni pahat, dan seni ukir. Hal ini dapat dilihat pada relief atau seni
ukir yang dipahatkan pada bagian dinding- dinding candi. Misalnya, relief yang
dipahatkan pada dinding- dinding pagar langkan di Candi Borobudur yang berupa
pahatan riwayat Sang Buddha. Di sekitar Sang Buddha terdapat lingkungan alam
Indonesia seperti rumah panggung dan burung merpati.
Bab III
Islamisasi dan Silang Budaya di
Nusantara
Islamisasi
adalah proses sejarah yang panjang yang bahkan sampai kini masih terus
berlanjut… Kalau para ahli sejarah mempersoalkan tentang asal usul nasionalisme
Indonesia, atau integrasi bangsa, mereka menyebutkan Islam sebagai salah satu
faktor utama maka hal itu bisa diartikan pada sifat Islam yang universal dan
pada jaringan ingatan kolektif yaitu keterkaitan para ulama di Nusantara dalam
berbagai corak jaringan sosial guru-murid, murid sesama murid;
penulis-dan-pembaca, dan tak kurang pentingnya ulama-umara serta ulama dan
umat.
(Taufik
Abdullah, 1996)
A. Kedatangan Islam
ke Nusantara
Terdapat berbagai
pendapat mengenai proses masuknya Islam ke Kepulauan Indonesia, terutama
perihal waktu dan tempat asalnya. Pertama, sarjana-sarjana Barat—kebanyakan
dari Negeri Belanda—mengatakan bahwa Islam yang masuk ke Kepulauan Indonesia
berasal dari Gujarat sekitar abad ke-13 M atau abad ke-7 H.
Kedua, Hoesein
Djajadiningrat mengatakan bahwa Islam yang masuk ke Indonesia berasal Persia
(Iran sekarang). Pendapatnya didasarkan pada kesamaan budaya dan tradisi yang
berkembang antara masyarakat Parsi dan Indonesia. Tradisi tersebut antara lain:
tradisi merayakan 10 Muharram atau Asyuro sebagai hari suci kaum Syiah atas
kematian Husein bin Ali, seperti yang berkembang dalam tradisi tabot di
Pariaman di Sumatra Barat dan Bengkulu.
B. Islam dan Jaringan
Perdagangan Antarpulau
Dari sumber
literatur Cina, Cheng Ho mencatat terdapat kerajaan yang bercorak Islam atau
kesultanan, antara lain, Samudera Pasai dan Malaka yang tumbuh dan berkembang
sejak abad ke-13 sampai abad ke-15, sedangkan Ma Huan juga memberitakan adanya
ko- munitas- komunitas Muslim di pesisir utara Jawa Timur.
Ditaklukkannya
Malaka oleh Portugis pada 1511, dan usaha Portugis selanjutnya untuk menguasai
lalu lintas di selat tersebut, mendorong para pedagang untuk mengambil jalur
alternatif, dengan melintasi Semenanjung atau pantai barat Sumatra ke Selat
Sunda. Pergeseran ini melahirkan pelabuhan perantara yang baru, seperti Aceh,
Patani, Pahang, Johor, Banten, Makassar dan lain sebagainya. Saat itu,
pelayaran di Selat Malaka sering diganggu oleh bajak laut. Perompakan laut
sering terjadi pada jalur-jalur perdagangan yang ramai, tetapi kurang mendapat
pengawasan oleh penguasa setempat.
Pada
zaman pertumbuhan dan perkembangan Islam, sistem jual beli barang masih
dilakukan dengan cara barter. Sistem barter dilakukan antara pedagang-pedagang
dari daerah pesisir dengan daerah pedalaman, bahkan kadang-kadang langsung
kepada petani. Transaksi itu dilakukan di pasar, baik di kota maupun desa.
Tradisi jual-beli dengan sistem barter hingga kini masih dilakukan oleh
beberapa masyarakat sederhana yang berada jauh di daerah terpencil. Di beberapa
kota pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam telah menggunakan mata uang
sebagai nilai tukar barang. Mata uang yang dipergunakan tidak mengikat pada
mata uang tertentu, kecuali ada ketentuan yang diatur pemerintah daerah
setempat.
C. Islam Masuk Istana
Raja
1.
Kerajaan Islam di Sumatra
Sejak awal kedatangannya, pulau Sumatra termasuk
daerah pertama dan terpenting dalam pengembangan agama Islam di Indonesia.
Dikatakan demikian mengingat letak Sumatra yang strategis dan berhadapan
langsung dengan jalur perdangan dunia, yakni Selat Malaka.
a.
Samudera Pasai
Samudera Pasai diperkirakan tumbuh
berkembang antara tahun 1270 dan 1275, atau pertengahan abad ke- 13. Kerajaan
ini terletak lebih kurang 15 km di sebelah timur Lhokseumawe, Nangro Aceh
Darussalam, dengan sultan pertamanya bernama Sultan Malik as-Shaleh (wafat
tahun 696 H atau 1297 M). Dalam kitab Sejarah Melayu dan Hikayat Raja-Raja
Pasai diceritakan bahwa Sultan Malik as-Shaleh sebelumnya hanya seorang kepala
Gampong Samudera bernama Marah Silu. Setelah menganut agama Islam kemudian
berganti nama dengan Malik as-Shaleh.
b.
Kesultanan Aceh Darussalam
Pada 1520 Aceh berhasil memasukkan
Kerajaan Daya ke dalam kekuasaan Aceh Darussalam. Tahun 1524, Pedir dan
Samudera Pasai ditaklukkan. Kesultanan Aceh Darussalam di bawah Sultan Ali
Mughayat Syah menyerang kapal Portugis di bawah komandan Simao de Souza Galvao
di Bandar Aceh.
2.
Kerajaan Islam di Jawa
a. Kerajaan Demak
Para ahli memperkirakan Demak berdiri
tahun 1500. Sementara Majapahit hancur beberapa waktu sebelumnya. Menurut
sumber sejarah lokal di Jawa, keruntuhan Majapahit terjadi sekitar tahun 1478.
Hal ini ditandai dengan candrasengkala, Sirna Hilang Kertaning Bhumi yang
berarti memiliki angka tahun 1400 Saka. Raja pertama kerajaan Demak adalah
Raden Fatah, yang bergelar Sultan Alam Akbar Al-Fatah. Raden Fatah memerintah
Demak dari tahun 1500- 1518 M. Menurut cerita rakyat Jawa Timur, Raden Fatah
merupakan keturunan raja terakhir dari Kerajaan Majapahit, yaitu Raja Brawijaya
V. Di bawah pemerintahan Raden Fatah, kerajaan Demak berkembang dengan pesat
karena memiliki daerah pertanian yang luas sebagai penghasil bahan makanan,
terutama beras.
Pada masa pemerintahan Raden Fatah,
wilayah kekuasaan Kerajaan Demak cukup luas, meliputi Jepara, Tuban, Sedayu,
Palembang, Jambi dan beberapa daerah di Kalimantan. Daerah-daerah pesisir di Jawa
bagian Tengah dan Timur kemudian ikut mengakui kedaulatan Demak dan mengibarkan
panji-panjinya. Kemajuan yang dialami Demak ini dipengaruhi oleh jatuhnya
Malaka ke tangan Portugis. Karena Malaka sudah dikuasai oleh Portugis, maka
para pedagang yang tidak simpatik dengan kehadiran Portugis di Malaka beralih
haluan menuju pelabuhan-pelabuhan Demak seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan
dan Gresik. Pelabuhan- pelabuhan tersebut kemudian berkembang menjadi pelabuhan transit.
c.
Kerajaan Mataram
Setelah Kerajaan Demak berakhir, berkembanglah Kerajaan Pajang di bawah
pemerintahan Sultan Hadiwijaya. Di bawah kekuasaannya, Pajang berkembang baik.
Bahkan berhasil mengalahkan Arya Penangsang yang berusaha merebut kekuasaannya.
Tokoh yang membantunya mengalahkan Arya Penangsang diantaranya Ki Ageng
Pemanahan (Ki Gede Pemanahan). la diangkat sebagai bupati (adipati) di Mataram.
Pada
tahun 1582, Sultan Hadiwijaya meninggal dunia. Penggantinya, Pangeran Benowo
merupakan raja yang lemah. Sementara Sutawijaya
yang menggantikan Ki Gede Pemanahan justru semakin menguatkan
kekuasaannya sehingga akhirnya Istana Pajang pun jatuh ke tangannya. Sutawijaya
segera memindahkan pusaka Kerajaan Pajang ke Mataram. Sutawijaya sebagai raja
pertama dengan gelar: Panembahan Senapati Ing Alaga Sayidin Panatagama. Pusat
kerajaan ada di Kota Gede, sebelah tenggara Kota Yogyakarta sekarang.
Panembahan Senapati digantikan oleh puteranya yang bernama Mas Jolang
(1601-1613). Mas Jolang kemudian digantikan oleh puteranya bernama Mas Rangsang
atau lebih dikenal dengan nama Sultan Agung (1613-1645). Pada masa pemerintahan
Sultan Agung inilah Mataram mencapai zaman keemasan.
3.
Kerajaan-Kerajaan Islam di Kalimantan
Kerajaan Pontiana
Kerajaan-kerajaan yang terletak di daerah
Kalimantan Barat antara lain Tanjungpura dan Lawe. Kedua kerajaan tersebut
pernah diberitakan Tome Pires (1512-1551). Tanjungpura dan Lawe menurut berita
musafir Portugis sudah mempunyai kegiatan dalam perdagangan baik dengan Malaka
dan Jawa, bahkan kedua daerah yang diperintah oleh Pate atau mungkin adipati
kesemuanya tunduk kepada kerajaan di Jawa yang diperintah Pati Unus.
Tanjungpura dan Lawe (daerah Sukadana) menghasilkan komoditi seperti emas,
berlian, padi, dan banyak bahan makanan. Banyak barang dagangan dari Malaka
yang dimasukkan ke daerah itu, demikian pula jenis pakaian dari Bengal dan
Keling yang berwarna merah dan hitam dengan harga yang mahal dan yang murah.
Pada abad ke-17 kedua kerajaan itu telah berada di bawah pengaruh kekuasaan
Kerajaan Mataram terutama dalam upaya perluasan politik dalam menghadapi
ekspansi politik VOC.
4.
Kerajaan-Kerajaan Islam di Sulawesi
Kerajaan Gowa Tallo
Kerajaan
Gowa Tallo sebelum menjadi kerajaan Islam sering berperang dengan kerajaan
lainnya di Sulawesi Selatan, seperti dengan Luwu, Bone, Soppeng, dan Wajo.
Kerajaan Luwu yang bersekutu dengan Wajo ditaklukan oleh Kerajaan Gowa Tallo.
Kemudian Kerajaan Wajo menjadi daerah taklukan Gowa menurut Hikayat Wajo. Dalam
serangan terhadap Kerajaan Gowa Tallo Karaeng Gowa meninggal dan seorang lagi
terbunuh sekitar pada 1565. Ketiga kerajaan Bone, Wajo, dan Soppeng mengadakan
persatuan untuk mempertahankan kemerdekaannya yang disebut perjanjian
Tellumpocco, sekitar 1582. Sejak Kerajaan Gowa resmi sebagai kerajaan bercorak
Islam pada 1605, maka Gowa meluaskan pengaruh politiknya, agar
kerajaan-kerajaan lainnya juga memeluk Islam dan tunduk kepada Kerajaan Gowa
Tallo. Kerajaan-kerajaan yang unduk kepada kerajaan Gowa Tallo antara lain Wajo
pada 10 Mei 1610, dan Bone pada 23 Nopember 1611.
5.
Kerajaan-Kerajaan Islam di Maluku
Kepulauan
Maluku menduduki posisi penting dalam perdagangan dunia di kawasan timur
Nusantara. Mengingat keberadaan daerah Maluku ini maka tidak mengherankan jika
sejak abad ke-15 hingga abad ke-19 kawasan ini menjadi wilayah perebutan antara
bangsa Spanyol, Portugis dan Belanda.
Sejak
awal diketahui bahwa di daerah ini terdapat dua kerajaan besar bercorak Islam,
yakni Ternate dan Tidore. Kedua kerajaan ini terletak di sebelah barat pulau
Halmahera di Maluku Utara. Kedua kerajaan itu pusatnya masing-masing di Pulau
Ternate dan Tidore, tetapi wilayah kekuasaannya mencakup sejumlah pulau di
Kepulauan Maluku dan Papua.
6.
Kerajaan-Kerajaan Islam di Papua
Sumber-sumber
sejarah menunjukkan bahwa penyebaran Islam di Papua sudah berlangsung sejak
lama. Bahkan, berdasarkan bukti sejarah terdapat sejumlah kerajaan-kerajaan
Islam di Papua, yakni: (1) Kerajaan Waigeo (2) Kerajaan Misool (3) Kerajaan
Salawati (4) Kerajaan Sailolof (5) Kerajaan Fatagar (6) Kerajaan Rumbati
(terdiri dari Kerajaan Atiati, Sekar, Patipi, Arguni, dan Wertuar) (7) Kerajaan
Kowiai (Namatota) (8). Kerajaan Aiduma (9) Kerajaan Kaimana.
Salah
satu pendapat yang menjelaskan bahwa
agama Islam pertama kali mulai diperkenalkan di tanah Papua di jazirah Onin
(Patimunin-Fakfak) oleh seorang sufi bernama Syarif Muaz al-Qathan dengan gelar
Syekh Jubah Biru dari negeri Arab. Pengislaman ini diperkirakan terjadi pada
abad pertengahan abad ke-16, dengan bukti adanya Masjid Tunasgain yang berumur
sekitar 400 tahun atau di bangun sekitar tahun 1587.
7.
Kerajaan-Kerajaan Islam di Nusa Tenggara
Kerajaan Lombok dan Sumbawa
Selaparang merupakan pusat kerajaan Islam
di Lombok di bawah pemerintahan Prabu Rangkesari. Pada masa itulah Selaparang
mengalami zaman keemasan dan memegang hegemoni di seluruh Lombok. Dari Lombok,
Islam disebarkan ke Pejanggik, Parwa, Sokong, Bayan, dan tempat-tempat lainnya.
Konon Sunan Perapen meneruskan dakwahnya dari Lombok menuju Sumbawa. Hubungan
dengan beberapa negeri dikembangkan terutama dengan Demak.
Kerajaan-kerajaan
di Sumbawa Barat dapat dimasukkan kepada kekuasaan Kerajaan Gowa pada 1618.
Bima ditaklukkan pada 1633 dan kemudian Selaparang pada 1640. Pada abad ke-17
seluruh Kerajaan Islam Lombok berada di bawah pengaruh kekuasaan Kerajaan Gowa.
D. Terbentuknya Jaringan Keilmuan di Nusantara
Berkembangnya
pendidikan dan pengajaran Islam, telah berhasil menyatukan wilayah Nusantara yang
sangat luas. Dua hal yang mempercepat proses itu yaitu penggunaan aksara Arab
dan bahasa Melayu sebagai bahasa pemersatu (lingua franca). Semua ilmu yang
diberikan di lembaga pendidikan Islam di Nusantara ditulis dalam aksara Arab,
baik dalam bahasa Arab maupun dalam bahasa Melayu atau Jawa. Aksara Arab itu
disebut dengan banyak sebutan, seperti huruf Jawi (di Melayu) dan huruf pegon
(di Jawa). Luasnya penguasaan aksara Arab ke Nusantara telah membuat para
pengunjung asal Eropa ke Asia Tenggara terpukau oleh tingginya tingkat
kemampuan baca tulis yang mereka jumpai.
Di
Nusantara, masjid-masjid yang berada di permukiman penduduk yang dikelola
secara swadaya oleh masyarakat menjalankan fungsi pendidikan dan pengajaran
untuk masyarakat umum. Di sinilah terjadi demokratisasi pendidikan dalam
sejarah Islam. Demikianlah yang terjadi di wilayah-wilayah Islam di Nusantara,
seperti Malaka dan kemudian Johor, Aceh Darussalam, Minangkabau, Palembang,
Demak, Cirebon, Banten, Pajang, Mataram, Gowa-Tallo, Bone, Ternate, Tidore,
Banjar, Papua dan lain sebagainya. Bahkan mungkin karena memiliki tingkat
otonomi dan kebebasan tertentu, di masjid proses pendidikan dan pengajaran
mengalami perkembangan. Tidak jarang di antaranya berkembang menjadi sebuah
lembaga pendidikan yang cukup kompleks, seperti meunasah di Aceh, surau di
Minangkabau, langgar di Kalimantan dan pesantren di Jawa.
E.
Antara Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam
1)
Seni Bangunan
a)
Masjid dan Menara
Dalam seni bangunan di zaman perkembangan
Islam, nampak ada perpaduan antara unsur Islam dengan kebudayaan praIslam yang
telah ada. Seni bangunan Islam yang menonjol adalah masjid. Fungsi utama dari
masjid, adalah tempat beribadah bagi orang Islam. Masjid atau mesjid dalam
bahasa Arab mungkin berasal dari bahasa Aramik atau bentuk bebas dari perkataan
sajada yang artinya merebahkan diri untuk bersujud. Dalam bahasa Ethiopia
terdapat perkataan mesgad yang dapat diartikan dengan kuil atau gereja. Di
antara dua pengertian tersebut yang mungkin primair ialah tempat orang merebahkan
diri untuk bersujud ketika salat atau sembahyang.
2)
Seni Ukir
Pada
masa perkembangan Islam di zaman madya, berkembang ajaran bahwa seni ukir,
patung, dan melukis makhluk hidup, apalagi manusia secara nyata, tidak
diperbolehkan. Di Indonesia ajaran tersebut ditaati. Hal ini menyebabkan seni
patung di Indonesia pada zaman madya, kurang berkembang. Padahal pada masa
sebelumnya seni patung sangat berkembang, baik patung-patung bentuk manusia
maupun binatang. Akan tetapi, sesudah zaman madya, seni patung berkembang
seperti yang dapat kita saksikan sekarang ini.
3)
Aksara dan Seni Sastra
v Hikayat
Hikayat adalah karya sastra yang berisi cerita sejarah
ataupun dongeng. Dalam hikayat banyak ditulis berbagai peristiwa yang menarik,
keajaiban, atau hal-hal yang tidak masuk akal. Hikayat ditulis dalam bentuk
gancaran (karangan bebas atau prosa). Hikayat-hikayat yang terkenal, misalnya
Hikayat Iskandar Zulkarnain, Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Khaidir, Hikayat
si Miskin, Hikayat 1001 Malam, Hikayat Bayan Budiman, dan Hikayat Amir Hamzah.
v Babad
Babad mirip dengan
hikayat. Penulisan babad seperti tulisan sejarah, tetapi isinya tidak selalu
berdasarkan fakta.Jadi, isinya carapuran antara fakta sejarah, mitos, dan
kepercayaan.Di tanah Melayu terkenal dengan sebutan tambo atau salasilah.
Contoh babad adalah Babad Tanah Jawi, Babad Cirebon, Babad Mataram, dan Babad
Surakarta.
v Syair berasal dari
perkataan Arab untuk menamakan karya sastra berupa sajak-sajak yang terdiri
atas empat baris setiap baitnya. Contoh syair sangattua adalah syair yang
tertulis pada batu nisan makam putri Pasai di Minye Tujoh.
v Suluk merupakan
karya sastra yang berupa kitab-kitab dan isinya menjelaskan soal-soal
tasawufnya. Contoh suluk yaitu Suluk Sukarsa, Suluk Wujil, dan Suluk Malang
Sumirang.
4)
Kesenian
Wayang,
termasuk wayang kulit, Pertunjukan wayang sudah berkembang sejak zaman Hindu,
akan tetapi, pada zaman Islam terus dikembangkan. Kemudian berdasarkan cerita
Amir Hamzah dikembangkan pertunjukan wayang golek.
5)
Kalender
Menjelang
tahun ketiga pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, beliau berusaha membenahi
kalender Islam. Perhitungan tahun yang dipakai atas dasar peredaran bulan
(komariyah). Umar menetapkan tahun 1 H bertepatan dengan tanggal 14 September
622 M, sehingga sekarang kita mengenal tahun Hijriyah.
Sistem
kalender itu juga berpengaruh di Nusantara. Bukti perkembangan sistem
penanggalan (kalender) yang paling nyata adalah sistem kalender yang diciptakan
oleh Sultan Agung. Ia melakukan sedikit perubahan, mengenai nama-nama bulan
pada tahun Saka. Misalnya bulan Muharam diganti dengan Sura dan Ramadan diganti
dengan Pasa. Kalender tersebut dimulai tanggal 1 Muharam tahun 1043 H. Kalender
Sultan Agung dimulai tepat dengan tanggal 1 Sura tahun 1555 Jawa (8 Agustus
1633).
F.
Islam dan Proses Integrasi
I.
Peranan Para Ulama dalam Proses Integrasi
Agama
Islam yang masuk dan berkembang di Nusantara mengajarkan kebersamaan dan
mengembangkan toleransi dalam kehidupan beragama. Islam mengajarkan persamaan
dan tidak mengenal kasta-kasta dalam kehidupan masyarakat. Konsep ajaran Islam
memunculkan perilaku ke arah persatuan dan persamaan derajat. Disisi lain,
datangnya pedagang-pedagang Islam di Indonesia mendorong berkembangnya
tempat-tempat perdagangan di daerah pantai. Tempat-tempat perdagangan itu kemudian
berkembang menjadi pelabuhan dan kota-kota pantai. Bahkan kota-kota pantai yang
merupakan bandar dan pusat perdagangan, berkembang menjadi kerajaan. Timbulnya
kerajaan-kerajaan Islam menandai awal terjadinya proses integrasi. Meskipun
masing-masing kerajaan memiliki cara dan faktor pendukung yang berbeda-beda
dalam proses integrasinya.
II.
Peran Perdagangan Antarpulau
Proses
integrasi juga terlihat melalui kegiatan pelayaran dan perdagangan antarpulau.
Sejak zaman kuno, kegiatan pelayaran dan perdagangan sudah berlangsung di
Kepulauan Indonesia. Pelayaran dan perdagangan itu berlangsung dari daerah yang
satu ke daerah yang lain, bahkan antara negara yang satu dengan negara yang
lain. Kegiatan pelayaran dan perdagangan pada umumnya berlangsung dalam waktu yang
lama. Hal ini, menimbulkan pergaulan dan hubungan kebudayaan antara para
pedagang dengan penduduk setempat. Kegiatan semacam ini mendorong terjadinya
proses integrasi.
III.
Peran Bahasa
Para pedagang di daerah-daerah
sebelah timur Nusantara, juga menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa
pengantar. Dengan demikian, berkembanglah bahasa Melayu ke seluruh Kepulauan
Nusantara. Pada mulanya bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa dagang. Akan
tetapi lambat laun bahasa Melayu tumbuh menjadi bahasa perantara dan menjadi
lingua franca di seluruh Kepulauan Nusantara. Di Semenanjung Malaka (Malaysia
seberang), pantai timur Pulau Sumatra, pantai barat Pulau Sumatra, Kepulauan
Riau, dan pantai-pantai Kalimantan, penduduk menggunakan bahasa Melayu sebagai
bahasa pergaulan.
Masuk
dan berkembangnya agama Islam, mendorong perkembangan bahasa Melayu. Buku-buku
agama dan tafsir al Qur’an juga mempergunakan bahasa Melayu. Ketika menguasai
Malaka, Portugis mendirikan sekolah-sekolah dengan menggunakan bahasa Portugis,
namun kurang berhasil. Pada tahun 1641 VOC merebut Malaka dan kemudian
mendirikan sekolah-sekolah dengan menggunakan bahasa Melayu. Jadi, secara tidak
sengaja, kedatangan VOC mengembangkan bahasa Melayu.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik.
1996. Islam dan Pluralisme di Asia Tenggara. Jakarta: LIPI.
--------- dan
Adrian B. Lapian (eds.). 2012. Indonesia dalam Arus Sejarah Jilid I. Jakarta:
PT Ichtiar Baru van Hoeve bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan RI.
---------. 2012.
Indonesia dalam Arus Sejarah. Jilid II. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve
bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
---------. 2012. Indonesia dalam Arus Sejarah. Jilid
III. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan RI.
Adrisijanti,
Inajati dan Andi Putranto (ed). 2009. Membangun Kembali Prambanan. Yogyakarta:
Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala.
Anonim. 1988. Seri
Penerbitan Sejarah Peradaban Manusia Zaman Mataram Kuno. Jakarta: Gita Karya.
Anonim. 1990. Seri
Penerbitan Sejarah Peradaban Manusia zaman Mataram Islam. Jakarta: Multiguna.
Azra, Azyumardi.
2002. Historiografi Islam Kontemporer: Wacana, Aktualitas dan Aktor Sejarah.
Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
Badrika, I Wayan.
2006. Sejarah untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
C. G. G. J. Van
Steenis, 2006. Flora Pegunungan Jawa. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.
Direktorat
Permuseuman. 1997. Untaian Manik-Manik Nusantara. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Forestier, Hubert.
2007. Ribuan Gunung, Ribuan Alat Batu: Prasejarah Song Keplek, Gunung Sewu,
Jawa Timur. Jakarta: KPG, EFEO, Puslit Arkenas.
Graaf, H.J. de
& T.H. Pigeud. 1986. Kerajaan Islam Pertama di Jawa: Tinjauan Sejarah
Politik abad XV dan XVI. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti & KITLV.
Hall, D. G . E.
1988. Sejarah Asia Tenggara. Sutabaya: PT Usaha Nasional.
Hasymy, A. 1989.
Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia. Medan: Penerbit Alma’arif.
Kartodirdjo,
Sartono.1987. Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500- 1900 dari Emporium sampai
Empirium. Jakarta: Gramedia
Koentjaraningrat.
1997. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan
Kristinah, Endang
dan Aris Soviyani. 2007. Mutiara-Mutiara Majapahit. Jakarta: Departemen Kebudayaan
dan Pariwisata.
Lombard, Denis.
2005. Nusa Jawa : Silang Budaya, Bagian III : Wawasan Kerajaan-Kerajaan
Konsentris. Jakarta: PT. Gramedia.
Munandar, Agus
Aris (ed). 2007. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Religi dan Falsafah, Direktorat
Geografi Sejarah. Jakarta: Departemen Budaya dan Pariwisata.
Mustopo, M. Habib,
dkk. 2010. Sejarah 1, Jakarta:
Yudhistira.
Notosusanto,
Nugroho dkk. 1985. Sejarah Nasional Indonesia 1 untuk Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas. Jakarta: Depdikbud.
--------. 1985.
Sejarah Nasional Indonesia 2 untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Jakarta:
Depdikbud.
Pane, Sanusi.
1965. Sejarah Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Poesponegoro,
Marwati Djoened (dkk). 1993. Sejarah Nasional Indonesia Jilid I, Jakarta: Balai
Pustaka.
---------. 1994.
Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka
---------. 1994.
Sejarah Nasional Indonesia Jilid III. Jakarta: Balai Pustaka.
Proyek Penelitian
dan Pencacatan Kebudayaan. 1978. Sejarah Daerah Bali, Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Rangkuti, Nurhadi.
2006.”Trowulan, Situs-Kota Majapahit” dalam Majapahit. Jakarta: Indonesian
Heritage Society.
Reid, Anthony
(ed.). 2002. Indonesia Heritage (Jilid III): Sejarah Modern Awal, Jakarta: Grolier Internasional.
Ricklef, M.C.
2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
Santos, Arysio.
2010. Atlantis The Lost Continent Finally Found (Terj). Jakarta: Ufuk Press.
Sardiman AM dan
Kusriyantinah. 1995. Sejarah Nasional dan Sejarah Umum (sesuai dengan Kurikulum
1994), Surabaya: Kendangsari.
-----------. 1995.
Sejarah Nasional dan Sejarah Umum 1b (sesuai dengan Kurikulum 1994). Surabaya:
Kendang Sari.
------------.
1995. Sejarah Nasional dan Sejarah Umum 1c (sesuai dengan Kurikulum 1994).
Surabaya: Kendang Sari.
Setiadi, Idham
Bachtiar (ed). 2011. 100 Tahun Pemugaran Candi Borobudur. Jakarta: Direktorat
Tinggalan Purbakala, Direktorat Jenderal
Sejarah dan Purbalaka, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Soekmono, R. 1973.
Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia III, Yogyakarta: Kanisius.
-----------. 2011.
Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1. Yogyakarta: Kanisius.
-----------. 2011.
Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta: Kanisius.
Suwarno, P.J.
1994. Hamengku Buwono IX dan Sistem Birokrasi Pemerintahan Yogyakarta
1942-1974: Sebuah Tinjauan Historis. Yogyakarta: PT Kanisius.
Tjahjono, Gunawan
(dkk). 2007. Sejarah Kebudayaan Indonesia: Arsitektur. Jakarta: Direktorat
Geografi Sejarah, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.
Utomo, Bambang Budi.
2009. Atlas Sejarah Indonesia Masa Prasejarah (Hindu-Buddha). Jakarta:
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
--------. 2010.
Atlas Sejarah Indonesia Masa Klasik (Hindu-Buddha), Jakarta: Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata.
--------. 2011.
Atlas Prasejarah Indonesia Masa Islam. Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata.
Vlekke, Bernard
H.M. 2008. Nusantara Sejarah Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.
Wallace, Alfred
Russel. 2009. Kepulauan Nusantara. Jakarta: Komunitas Bambu.
Wanggai, Toni
Victor M. 2009. Rekonstruksi Sejarah Umat Islam di Tanah Papua. Jakarta: Badan
Litbang dan Diklat Departemen Agama RI.
Widianto, Harry.
2011. Jejak Langkah Setelah Sangiran (Edisi Khusus). Jawa Tengah: Balai
Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran.
-----------. dan
Truman Simanjuntak. 2011. Sangiran Menjawab Dunia (Edisi Khusus). Jawa Tengah:
Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran.
Wilson, J. Tuzo.
1994. “Lempeng Tektonik” dalam Tony S. Rahmadie (terj). Ilmu Pengetahuan
Populer. Jilid 2. Grolier International
Yayasan Untuk
Indonesia. 2005. Ensiklopedi Jakarta. Jakarta: Dinas Kebudayaan dan Permuseuman
DKI Jakarta.
Sumber Internet:
Florentina Lenny
Kristiani dalam http://klubnova.tabloidnova.com/
KlubNova/Artikel/Aneka-Tips/Tips-Rumah/Cara-pilih-cobek- batu diunduh tanggal
19 Mei 2013, pukul 10:09
0 komentar:
Posting Komentar